Sabtu, 14 November 2009

5. Surah al-Fatihah

(lanjutan..) Surah al-Fatihah:



(5). Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Menyembah artinya ketundukan dan kepatuhan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran dan keagungan yang disembah. Perasaan itu muncul karena ada keyakinan bahwa yang disembah itu mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap diri penyembah meskipun ia tidak mengetahui hakikat yang disembah karena keterbatasan pikirannya. Berbeda halnya dengan orang yang tunduk dan patuh kepada seorang penguasa. Ia tidak dikatakan menyembahnya karena jelas ketundukan dan kepatuhannya bukan karena adanya keyakinan bahwa sang penguasa mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap dirinya, akan tetapi karena ia takut akan kezalimannya atau karena mengharap kebaikannya saja.
Bentuk dan tata-cara ibadah berbeda antara satu agama dengan agama yang lain dan dari masa ke masa. Namun semuanya bertujuan untuk mengingatkan manusia terhadap kekuasaan yang mutlak tersebut dan untuk membentuk akhlak serta kepribadian yang terpuji. Sebagai contoh ibadah shalat yang tujuan perintahnya antara lain adalah mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar. Apabila pelaksanaan shalat tersebut tidak menghantarkan pelakunya kepada tujuan di atas maka shalat yang ia kerjakan hanya merupakan gerakan fisik dan ucapan lisan yang hampa dari ruh dan hakikat shalat sebenarnya. Demikian pula puasa yang diperintahkan antara lain untuk membentuk pribadi muslim yang bertakwa. Apabila pelaksanaan ibadah puasa tidak menyampaikan pelakunya kepada tujuan di atas maka ia tidak akan memperoleh sesuatu dari puasanya selain rasa lapar dan haus saja.
Pada ayat di atas Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk menyembah hanya kepada-Nya, karena hanya Dia-lah penguasa mutlak. Demikian pula Allah memerintahkan mereka untuk meminta pertoloangan hanya kepada-Nya, karena hanya Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Setiap perbuatan keberhasilannya tergantung kepada hubungan kausalitas antara sebab dan akibat yang diciptakan oleh Allah swt. Manusia diberikan kemampuan untuk mengupayakan sebagian dari sebab-sebab tersebut. Seperti melakukan pengobatan bagi orang yang sakit, mempersiapkan senjata dan kekuatan untuk menghadapi musuh, menanamkan bibit di dalam tanah dan memberinya pupuk serta menyiraminya dengan air, dan sebagainya untuk mendapat hasil yang memuaskan. Namun di balik sebab-sebab yang nampak ada sebab-sebab yang tidak terjangkau oleh kemampuan manusia. Dalam hal inilah manusia dituntut untuk meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa untuk mencapai keberhasilannya. Dan Allah swt menjanjikan setiap orang yang meminta kepada-Nya pasti Dia akan memberikannya. "Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku"(QS. Al-Baqarah: 186).
Orang yang mencari pertolongan kepada selain Allah, seperti mendatangi makam orang yang saleh dan meminta kepadanya untuk dimudahkan urusannya, atau disembuhkan penyakitnya, atau diselamatkan dari bahaya yang mengancamnya, dan sebagainya orang tersebut telah menempuh jalan yang sesat dan mensekutukan Allah yang termasuk dosa terbesar.
Ayat di atas mengajarkan kita bahwa setiap hamba Allah harus meminta pertolongan hanya kepada Allah ketika hendak melakukan setiap pekerjaan yang di dalamnya terdapat ikhtiar manusia. Tidak akan tercapai secara maksimal pekerjaan yang dilakukan hanya mengandalkan otak dan otot manusia saja. Demikian pula keliru kalau seseorang hanya menunggu pertolongan Allah saja tanpa ada upaya apapun dari dirinya. Keduanya harus dipadukan, yaitu memohon pertolongan Allah dan upaya secara maksimal. Itulah penerapan tawakal yang merupakan bagian dari tauhid dan ibadah murni kepada Allah. Ayat di atas mengandung isyarat pula bahwa sebelum memohon pertolongan kepada Allah dekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah dan berbagai amal saleh sehingga pertolongan-Nya akan lebih cepat diberikan.
Di dalam bukunya 'Mencari Tuhan yang Hilang' Ustadz Yusuf Mansur menjelaskan tentang kemusyrikan dan meminta pertolongan kepada selain Allah sebagai berikut: Dalam kehidupan bermasyarakat kita sering menemukan istilah 'pemake'. Orang yang sering pergi ke dukun, paranormal, atau bahkan ke 'kiyai khurafat' bisa dipastikan ia mempunyai 'pemake'. Bentuknya bermacam-macam, bisa berupa jimat, isim, batu, keris, dan sebagainya, hingga potongan kain berisi ayat-ayat Alqur`an yang diyakini dapat membawa suatu kekuatan. Alasan pembenaran pemakaian benda-benda itu adalah sebagai media transfer kekuatan metafisik, selain sebagai media komunikasi dengan Tuhan; "Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih dari syirik. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata: 'Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (QS. Az-Zumar: 3).
Mereka yang meminta pertolongan kepada selain Allah, atau menggantungkan diri pada ajimat dan benda-benda keramat sesungguhnya hanya melakukan pekerjaan yang sia-sia, membuang-buang uang, tenaga dan pikiran, karena dipaksa harus beli minyak ini, minyak itu, wafak, sabuk, keris, dan segala jimat yang diakuinya sakti. Bahkan kalaupun gagal satu kali orang yang demikian biasanya tetap menjalankan usahanya yang sesat itu hingga berkali-kali. Tanpa disadari, mereka pada saat itu telah menjadi budak dari perbuatan tersebut. Mereka merasa wajib untuk membawa jimat kemanapun mereka pergi. Ditambah lagi perawatan benda-benda itu yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan belum lagi untuk ongkos perjalanan. Jika ternyata yang dituju tidak kesampaian maksudnya, seperti mobilnya yang hilang tidak kunjung ketemu, atau anak dan istrinya yang tidak ketahuan rimbanya tidak kunjung kembali, atau kedudukan yang diincarnya direbut orang, dengan entengnya mereka yang mengajari bilang: "Sabar saja, mungkin Yang Maha Kuasa belum menghendaki, kita bisa apa sih? Semua kan tergantung dari Yang di Atas".
Waaah..... enak benar, sudah gagal nyalahin Allah (baca: mengembalikan lagi kepada Allah). Itulah ulah para penipu, mereka hanya ingin uang. Kemampuannya? Nol besar. "Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan pula penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam mentaati Allah. (QS. Luqman: 33)
Penulis teringat kembali akan pengalamannya. Dulu, ia pernah mengadukan permasalahannya kepada seorang kiyai di daerah Jawa Barat. Kiyai ini diklaim 'ampuh/sakti' oleh orang banyak. Nyatanya, setelah menghabiskan uang banyak, nol besar yang didapatnya. Masalahnya tetap saja tidak berubah, dan akhirnya penulis disuruh tetap bersabar.
Ditamsilkan Allah bahwa perbuatan syirik bagaikan minta pertolongan kepda laba-laba. Coba kita perhatikan sarang laba-laba. Setiap yang datang kepadanya justru akan terjerat, tidak dapat meloloskan diri. Kemudian apa yang terjadi? Mati! Maka demikianlah keburukan menduakan Allah, bahwa perbuatan tersebut kan menimbulkan dampak kerusakan pada kehidupan seseorang, baik si pelaku sendiri maupun orang lain. Dengan kemusyrikan orang akan tega membunuh anaknya sendiri, memorat-maritkan keutuhan keluarga, dan akan membuahkan penyakit dan hal-hal buruk lainnya. "Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Ankabut: 41-42)
Jangan bodohlah kita jadi manusia. Masa kita yang berakal ini bisa percaya dengan sesuatu yang tidak berakal? Masa kita yang mengaku manusia, sedang manusia itu lebih mulia, lalu mau saja menghamba pada setan? Kenapa tidak kita hadapkan saja seluruh persoalan hidup kita kepada Yang Maha Memiliki kehidupan?
Berikut ini beberapa ciri yang kerap ditemukan di dalam kehidupan orang-orang yang tenggelam dalam kemusyrikan. Meski demikan jangan juga memvonis bila ada sahabat dan kawan yang juga mengalami beberapa ciri di bawah ini bahwa ia adalah pelaku kemusyrikan. Belum tentu. Situasi yang terjadi pada satu orang belum tentu sama statusnya dengan yang lainnya pada kasus contoh yang sama, sementara yang satu azab, bisa jadi bagi yang lain kasusnya adalah ujian dari Allah. Tapi bolehlah kita berpikir jangan-jangan apa yang kita keluhkan sebagai azab, agar ada koreksi diri. Karena apa yang disebut di sini hanyalah untuk media muhasabah untuk diri kita sendiri. Inilah indikasi pelaku kemusyrikan yang dimaksud (ingat, ini hanya untuk media muhasabah diri).

1. Kondisi fisik keluarga yang rapuh (diselimuti berbagai penyakit), baik orang tua maupun anak-anaknya. Inilah yang dimaksud dengan 'membunuh anak dan keluarga'. Yakni membuat badan mereka menjadi rentan dengan penyakit, dan lebih sering menjadi yang paling merasakan susahnya (kita yang berbuat syirik, anak dan keturunan yang ikut kena getahnya).
2. Keluarga terus dihantam persoalan-persoalan yang rumit yang tak kunjung selesai.
3. Ada kelainan jiwa yang menghantam salah seorang anggota keluarga.
4. Hubungan suami istri yang tidak harmonis, dan terancam perceraian.
5. Kemelaratan yang lebih parah dan kesusahan yang hanya bertambah-tambah.
6. Perasaan haus untuk terus-menerus bergantung terhadap apa yang mereka yakini, sehingga melanggengkan perbuatan kemusyrikan.

Penyebab utama berlakunya ciri-ciri kesusahan di atas karena mereka telah menjauhkan diri dari rahmat Allah, sehingga malah dekat dengan azab.
Penjelasan singkatnya begini, sejatinya Allah 'kan Maha Melindungi; melindungi dari apa saja, di antaranya melindungi dari setiap bahaya yang mengancam. Tetapi begitu Dia mau menolong, Dia melihat kita memiliki tuhan yang lain. Akhirnya Dia biarkan, tidak Dia lindungi.
Saudara…. bila kita sempat dan atau saat ini masih tenggelam dalam kemusyrikan yang kelihatannya samar ini (apalagi kemusyrikan terang-terangan), hendaknya merenungkan hal ini lebih dalam lagi. Karena syirik adalah suatu perbuatan yang sangat berat pertimbangan Tuhan untuk mengampuni ketimbang dosa yang lain. (Lihat QS. An-Nisa: 48)
Untuk Anda yang sudah menggeluti dunia kemusyrikan tetapi belum merasakan azab sebagaimana disinggung di atas bolehlah berpikir; jangan-jangan itu adalah 'kesempatan' yang diberikan Allah agar dosa-dosa kita bertambah, hingga kemudian bertambah beratlah hukuman kita.
Supaya datang pertolongan Allah, bersegeralah melepaskan diri dari perbuatan buruk, dan adakan perjanjian baru dengan Allah melalui pembaharuan syahadat yang kemudian dibumikan dan bertobat.
Ada fenomena menarik (tapi sesat) yang pernah terjadi – dan mungkin masih berlangsung, bahkan dalam bentuknya yang semakin inovatif dan berani- di masyarakat saat ini, yaitu meminta bantuan kepada jin. Motifnya bermacam-macam, mulai dari meminta jaminan keamanan, ilmu kekebalan, membantu kelancaran usaha, mengembalikan keharmonisan rumah tangga, dan sebagainya.
Sebenarnya itulah gambaran kondisi masyarakat kita saat ini yang sedang labil, mudah menerima suatu paham. Sebagian masyarakat kita gampang putus asa dan putus harapan ketika berhadapan dengan permasalahan pelik sehingga dengan mudah menerima suatu hal tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Ditambah sebagian masyarakat kita juga lebih senang kepada sesuatu yang serba instan, serba cepat. Kelemahan masyarakat inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk memetik keuntungan. Andai mau sedikit berpikir rasional dan kembali kepada Alqur`an pasti mereka tidak akan mudah terpedaya. "Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan". (QS. Luqman: 22).
Dalam ayat tersebut di atas dinyatakan secara gamblang oleh Allah bahwa ketika gamang, ketika gelisah, ketika susah, dan ketika menghadapi permasalahan maka yang terbaik adalah:

1. Menyerahkan segala persoalan kepada Allah.
2. Berbuat kebaikan untuk mengiringi kepasrahan tersebut.

Ada satu hal yang menarik di sini, terutama bagi Anda yang memiliki permasalahan. Menurut ayat tersebut tidak usahlah kita pikir bagaimana jawaban dari permasalahan kita. Biarkan saja. Kadang semakin dipikir semakin runyam pikiran kita. Lakukan saja pengimbangan, lakukan saja penebusan masalah. Yaitu yang pertama dan yang terpenting kita lakukan adalah pasrahkan saja kepada Allah, kemudian melakukan kebaikan yang kira-kira setara untuk menebus dan mengimbangi permasalahan yang terhidang di depan mata. Biasanya memang dengan dua langkah tersebut seseorang akan selamat dari kepanikan dan kekuatiran (karena sudah dipasrahkan kepada Allah permasalahannya). Sudah begitu ia juga punya asuransi keselamatan dan garansi adanya jawaban permasalahan yang dihadapi (karena melakukan kebaikan sebagai penawar keburukan). Dan inilah yang disebut Allah sebagai sebuah pegangan yang teguh (al-'urwatul wutsqa) bagi mereka yang menginginkan sebuah pegangan dalam mengarungi kehidupan. Jadi yang disebut pegangan itu bukanlah barang-barang syirik/perilaku kemusyrikan.
Ketiadaan tauhid yang menyebabkan manusia meminta tolong kepada selain-Nya. Padahal, andai di mungkinkan untuk meminta bantuan kepada jin dan atau bisa mendatangkan kekebalan tentulah Rasulullah yang menjadi orang pertama yang diberi fasilitas tersebut. Kenyataannya gigi beliau pernah tanggal pada waktu perang Uhud. Dan menantu Nabi, yang juga sahabatnya, Imam Ali r.a. terkena panah di bagian perutnya.
Ada pengalaman menarik, sewaktu penulis mengikuti Ustadz Basuni roadshow keliling kota di Indonesia, membuka Klinik Spiritual dan Konseling. Syahdan, datang seorang istri yang membawa suaminya yang menderita diabetes yang akut/parah. Menurut pengakuan keduanya penyakit ini sudah hampir tujuh tahunan dijalani tanpa ada kemajuan berarti. Beragam dokter dan rumah sakit dikunjungi, beragam pengobatan alternatif dicoba, hasilnya nihil. Setelah dilakukan permuhasabahan atas penyakitnya, mengapa penyakit ini sampai datang, keluarlah pengakuan bahwa selama ini sang suami adalah pelaku kemusyrikan. Dia memiliki banyak benda pusaka dan beragam ajimat untuk ini dan itu. Dan percaya atau tidak setelah diadakan perlepasan diri (benda-benda syirik dibuang) dan dilakukan inabah, lalu disertai dengan melakukan suatu amal saleh (seperti sedekah dan puasa) untuk memperkuatnya, dia sembuh dalam tempo kurang lebih dua bulanan. tanpa bantuan obat sama sekali.
Lalu apa yang si bapak lakukan?

1. Setelah ketahuan bahwa dia melakukan perbuatan syirik ia bertobat, minta ampun kepada Allah.
2. Berlepas diri dari pengaruh syirik tersebut yang menggerogoti fisiknya dengan memohon dan menyatakan suatu kalimat pelepasan.
3. Menebusnya dengan amal saleh. Waktu itu si bapak memilih puasa Nabi Daud (sehari puasa sehari berbuka, dan mengambil anak asuh. Dengan sebelumnya memotong kambing dan mengeluarkan infak dan sedekah). Dan amalan saleh lainnya yang dijadikan kendaraan kesembuhan bagi si bapak tersebut zikrullah, berzikir lisan dan qalbu.
4. Tidak kembali lagi ke perbuatan syirik tersebut.

Lalu apa yang dilakukan Ustadz Basuni dalam menyembuhkan si bapak? Ternyata Ustadz Basuni cuma membantu saja si bapak untuk berproses bertobat. Itu saja. Selebihnya si bapak sendiri yang harus berusaha menyembuhkan dirinya dengan memohon pertolongan Allah.
Sesederhana itukah? Memang sederhana. Kuasa Allah kalau sudah hadir, kuasa Allah kalau sudah turun apa yang tidak mungkin? Apa yang mustahil? Tidak ada. Semuanya mungkin-mungkin saja kalau Allah sudah berkehendak.
Bagi Anda yang tidak percaya bahwa proses inabah bisa menghilangkan penyakit tanpa berobat, tidak ada halangan untuk tetap berobat. Sebab iapun adalah sebuah ikhtiar yang insya Allah tidak menyalahi aturan. Hanya yang mau digarisbawahi adalah percuma melakukan serangkaian terapi medis bila kesalahan demi kesalahan (dari hubungan antara manusia dengan Allah, menusia dengan manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya) belum ditobati dan belum diperbaiki. Istilahnya, oleh Allah, usaha penyembuhannya tidak diridhai. Wallaahu a'lam.



(6). Tunjukilah kami jalan yang lurus,

Petunjuk Allah bermacam-macam:

1. Petunjuk dalam bentuk ilham dan perasaan, seperti yang Allah berikan kepada bayi sejak ia dilahirkan ke dunia ini dan kepada hewan.
2. Petunjuk dalam bentuk akal dan pikiran yang hanya diberikan kepada manusia agar dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini.
3. Petunjuk agama yang merupakan pemberian Allah yang paling berharga kepada para hamba-Nya karena akan menyelamatkan mereka semenjak kehidupan di dunia hingga akhirat nanti.
4. Petunjuk yang berarti taufik dan pertolongan Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk melakukan amal-soleh. Petunjuk inilah yang Allah perintahkan kepada kita untuk senantiasa meminta kepada-Nya agar selalu dapat mengikuti jalan yang telah digariskan oleh Allah dan terhindar dari kesalahan dan kesesatan.

(7). (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Yang dimaksud dengan orang-orang yang telah dibe ri nikmat ialah para nabi atau rasul dan orang-orang yang bukan nabi atau rasul akan tetapi setia mengikuti ajaran-ajaran yang di bawa oleh para nabi dan rasul. Allah memerintahkan kita untuk mengikuti jejak dan langkah para nabi dan rasul karena pada prinsipnya agama Allah hanya satu sepanjang masa yaitu percaya kepada Allah, percaya kepada Rasul-Nya, dan percaya kepada hari kiamat serta memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan. Adapun yang berkaitan dengan syariat dan hukum ia berbeda dari masa ke masa dan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.
Yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai ialah orang-orang Yahudi sedangkan orang-orang yang sesat ialah orang-orang Nasrani. Kedua golongan tersebut sama-sama sesat dan dimurkai, akan tetapi kemurkaan lebih melekat kepada golongan Yahudi karena mereka mengetahui kebenaran namun mereka tinggalkan bahkan mereka tutup-tutupi. Sedangkan golongan Nasrani tidak memperoleh kebenaran karena mereka enggan mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawa oleh para nabi dan rasul.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Turmudzi bahwa Wail bin Hajar al-Hadhrami berkata: "Saya mendengar Rasulullah ketika selesai membaca al-Fatihah membaca 'aamiin' dengan memanjangkan suaranya".
Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud bahwasanya Rasulullah bersabda: "Apabila imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladhdhaalliin' ucapkanlah 'aamiin', niscaya Allah akan memperkenankan permintaan kalian"
Diriwayatkan oleh Ibnu 'Adiy dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya bangsa Yahudi adalah bangsa yang pendengki, mereka dengki terhadap kalian karena tiga perkara yaitu menebarkan ucapan salam, meluruskan barisan dalam shalat, dan ucapan aamiin.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwasanya Rasulullah bersabda: "Apabila imam mengucapkan 'aamiin' maka kalian ucapkan pula 'aamiin', sesungguhnya apabila ucapan kalian itu bertepatan dengan ucapan para malaikat maka dosa-dosa kalian yang terdahulu akan diampuni".
Oleh karena itu apabila kita menjadi ma'mum dalam shalat berjama'ah, ketika imam membaca al-Fatihah dengan suara keras hendaklah kita mendengarkannya dengan baik. Yang perlu diperhatikan ialah ketika imam selesai membaca al-Fatihah dengan "waladhdhaalliin" janganlah kita langsung menyebut ''aamiin'', akan tetapi tunggu imam menarik nafasnya lalu membaca "aamiin", barulah kita para ma'mum menyebut "aamiin". Dengan demikian aamiin kita bisa bersamaan waktunya dengan aamiin imam dan semoga tepat pula dengan aamiin para malaikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar